Analisisdata melalui teknik content analysis (analisis isi) yang kemudian dideskripsikan dan dikembangkan oleh peneliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Muhasabah (model BKp-M) adalah salah satu model bimbingan dan konseling melalui layanan bimbingan kelompok yang integratif dan interkonektif
Nahdisinilah kita perlu memperlajari, mengetahui tentang model penelitian pendidikan islam. Teori-teori yang perlu dikembangkan dalam ilmu pendidikan islam, menurut Ahmad Tafsir, ternyata luas sekali. Keluasan itu disebabkan karena kegiatan pendidikan islam memang luas sekali. Pendidikan islam itu di mulai dari sejak anak didik dapat
MODELPENELITIAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM: "PESANTREN, MADRASAH, DAN SEKOLAH PENDIDIKAN ISLAM DALAM KURUN MODERN (Karya: Karel A. Steenbrink) Pada awalnya, ketika Steenbrink mengajukan prosposal untuk mencari sponsor, isinya adalah terkait dengan penelitian perbandingan tafsir di Indonesaia. Setelah pada bulan Maret 1970 dia berangkat ke
METODOLOGISTUDI ISLAM TUGAS INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU: DRS. H. ATOR SUBROTO, M. SI
1 Pengertian Metodologi. Untuk memudahkan para mufassir menafsirkan al-Quran, perlu adanya semacam langkah-langkah agar mempermudah. Sebagaimana dalam ilmu tafsir al-Quran pun demikian memerlukan sebuah metode. Kata "metode" berasal dari bahasa Yunani methodos; yang memiliki arti cara atau jalan.
jlr7b. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free A preview of the PDF is not available ... Melihat sumber data yang akan dikumpulkan dan digunakan, penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan Library Research dan dengan melihat data yang bersumber dari teori yang dipaparkan, penelitian ini menggunakan Kualitatif karena data yang digunakan bukan dalam bentuk angka. Baidan & Aziz, 2016 Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode simak yang sumber datanya tidak hanya berasal dari data menyimak Bahasa lisan, akan tetapi juga berasala dari Bahasa tertulis. Teknik menyadap adalah usaha untuk mendapatkan data dengan berusaha menyadap penggunaan Bahasa seseorang adalah teknik dasar dalam metode ini. ...Mustaqim MustaqimBahasa Arab merupakan bahasa yang unik memiliki kosakata yang sangat kaya, maka sangat relevan sekali Allah menciptakan Al-Qurâan dengan menggunakan bahasa Arab sehingga Al-Qurâan memiliki keindahan baik dari keindahan lafadznya Muhasinaat al-lafdziyah, dan keindahan maknanya Muhasinaat al-maknawiyah. Tentunya penggunaan kalimat dalam Al-Qurâan mempunyai gaya bahasa indah dan disesusaikan dengan fakta dan realita yang sebenarnya. Kosmolinguistik al-Qurâan merupakan kajian bahasa terhadap penjelasan al-Qurâan terhadap kosmos dari sudut pandang stilistika untuk melihat keindahan gaya bahasa baik dari sisi morfologi serta sintaksis. Keindahan gaya bahasa dari sisi morfologi ialah pada penggunaan kalimat اŮŘłŮ
اŮات langit menggunakan kalimat jamaâbanyak, sementara kalimat اŮاع؜ cenderung menggunakan mufrod tunggal. Keindahan pada sintaksis meliputi bentuk jumlah fiâliyah kalimat verbal, jumlah ismiyah kaliamat nominal dan sibhuljumlah semi susunan.... Pendekatan analisis yaitu pendekatan yang digunakan untuk memperoleh keterangan yang disampaikan dalam bentuk lambang-lambang yang terdokumentasi baik dalam bentuk buku, majalah, artikel dan lain-lain. Pendekatan ini digunakan ketika penulis berhadapan dengan sebuah teori atau konsep yang baku untuk dianalisa dan dikembangkan menjadi sebuah konsep yang dapat dipahami Erwati, 2016. Adapun langkah-langkah yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian ini, sebagai berikut a Menetapkan masalah yang akan dibahas topik; b Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut c Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang asbab al-nuzulnya. ...Hassan ZaeniHasan MukminSultan SyahrilAswadi AswadiThis article aims to find out about How the concept of preaching empowerment of the perspective of the Qur'an. This research is a type of library library research using the Thematic Interpretation approach. With the main source being the Qur'an, and focused on seven verses relating to da'wah and empowerment. And secondary sources in the form of books or books relating to the problem to be answered in this study. The results of this study reveal that the concept of empowering the people of The Qur'an perspective as follows. First, the mission of community empowerment aims to invite, order, direct, motivate to guide the target community mad'u to jointly make changes for the better oriented towards empowering and community independence, in order to realize shared happiness in the afterlife. Second, the context of empowerment in the Qur'an includes all aspects of both lahiriyah material and ruhiyah. In the lahiriyah aspect, it is carried out in the form of the construction of supporting facilities for community independence. In the aspect of empowerment, it is carried out in the form of education, recitation, etc. Third, the desired changes in the community will not be possible unless they start from each other by protecting and maintaining and developing their potential and environment that has been bestowed by Allah. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui tentang bagaimana konsep dakwah pemberdayaan umat perspektif al-Qurâan. Penelitian ini merupakan jenis pustaka library resech, dengan menggunakan pendekatan Tafsir Tematik. dengan sumber utama adalah al-Qurâan, dan terfokus pada tujuh ayat yang berkaitan dengan dakwah dan pemberdayaan. Dan sumber skunder berupa kitab-kitab atau buku yang berkaitan dengan masalah yang akan dijawab pada penelitian ini. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa konsep dakwah Pemberdayaan umat perspektif al-Qurâan sebagai berikut. Pertama dakwah pemberdayaan umat bertujuan untuk mengajak, menyuruh, mengarahkan, momotivasi membimbing masyarakat sasaran madâu untuk bersamasama melakukan perubahan ke arah yang lebih baik yang berorientasi pada pemberdayaan dan pemandirian masyarakat, dalam rangka mewujudkan kebahagian bersama di dunia akhirat. Kedua, Konteks pemberdayaan dalam al-Qurâan mencakup seluruh aspek baik lahiriyah material maupun ruhiyah. Pada aspek ahiriyah dilakukan dalam bentuk pembangunan sarana-sarana penunjang kemandirian masyarakat. Pada aspek ruhiyah pemberdayaan dilakukan dalam bentuk pendidikan, pengajian dan lainya Ketiga, Perubahan yang diinginkan di masyarakat, tidak mungkin akan tejadi kecuali dengan dimulai dari diri masing-masing dengan cara menjaga dan memelihara serta mengembangkan potensi diri dan lingkungannya yang telah dianugrahkan oleh Allah Swt.... Kata metode artinya "cara atau jalan" yang berarti cara yang tepat untuk melakukan sesuatu; dan logos artinya ilmu atau pengetahuan. Dengan demikian, metodologi adalah ilmu tentang metode, yaitu cara-cara yang teratur dan terpikir baik-baik dalam melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai Baidan & Aziz, 2016. ...Ismi Lutfi Rijalul Fikri SyukurDalam sejarah Islam, kaum muslimin sejak masa Nabi saw. hingga dewasa ini sepakat berpandangan bahwa kenabian dan atau kerasulan berakhir dengan kehadiran Nabi Muhammad saw. Berbeda halnya dengan Darul Islam Fillah, di mana mereka berpandangan bahwa kenabian belum berakhir, begitupun dengan kerasulan. Hal tersebut berdasar di dalam al-Qurâan tidak ditemukan kalimat khatam ar-rasul yang menyatakan bahwa rasul telah berakhir, sementara yang ditemukan hanyalah kalimat khatam an-nabiyyin yang dalam al-Qurâan kalimat tersebut hanya terdapat dalam satu ayat yaitu QS. al-Ahzab [33] 40. Sedangkan kata khatam sendiri oleh mereka dimaknai dengan banyak arti, yaitu stempel, cincin, penyempurna dan penutup. Pemaknaan khatam oleh Darul Islam Fillah tersebut tentu saja tidak sejalan dengan doktrin khatam an-nabiyyin yang disimpulkan dari ayat tersebut dan hadits-hadits yang derajatnya mencapai mutawatir, baik lafdzi maupun maânawi. Apalagi para pakar qiraâah yang tergabung dalam qiraâah sabâah yang mutawatir, mayoritas mereka membacanya dengan kasrah khatim an-nabiyyin, yang berarti penutup para nabi. Sehingga penafsiran kalimat khatam an-nabiyyin harus pula disesuaikan dengan qiraâah khatim an-nabiyyin, yang tidak menyisakan spekulasi pemaknaan khatam itu dengan stempel, cincin, penyempurna, dan lain sebagainya. Melakukan penafsiran dan menganalisa berbagai permasalahan dari al-Qurâan memang merupakan proses ilmiah yang sangat berat. Oleh karena itu, seorang mufassir harus memiliki kelengkapan ilmu, standar dan kriteria, serta parameter guna menjamin kebenaran penafsiran, dan metodologi yang benar guna mengukur tingkat akurasi penafsiran tersebut sesuai dengan maksud dan tujuan al-QurâanLenny HerlinaEducating is the main act of worship in Islam, Allah himself calls himself the educator of the prophets and apostles, the prophets and apostles become educators for his people, parents and teachers are educators too. To achieve educational goals that are in accordance with what is expected, reliable educators are needed, appropriate teaching materials and the right methods to apply. The purpose of this study is to find out in depth how Islam provides guidance in the world of education based on the authentic hadith number 4027 in the book Sahih al-Jami' ash-Shagir. This research method is qualitative with a library research approach. And it was found that there are three important things in the hadith, namely first, what is the personality of a good educator. Second, how is the method in educating and third, the subject students in accordance with the intended RohmanAhmad Jalaluddin Rumi DurachmanEni ZulaihaThis article discusses the special way manhaj from the book of interpretation of al-Jâmi' li ahkâm al-Qurân by Al-Qurtubi. The purpose of this paper is to find out what sources are used as references by al-Qurtubi, how the style of his interpretation is and how the special way manhaj khâsh adopted by Al-Qurtubi in implementing his interpretation. The writing of this research will be based on literature review or library research, using qualitative methods. The main source primary that is used as reference material is the book of interpretation of al-Jâmi' li ahkâm al-Qurân by Imam Al-Qurtubi, while the additional secondary source is derived from the books of interpretation of the Qur'ran and other relevant books with the topic of discussion. This research is exploratory research. The results obtained are that the sources of al-Qurtubi's interpretation are the Qu'ran, the sunnah of the Prophet, the opinions of Sahabah and the opinions of tabi'in, the history of asbâb an-nuzĂťl, Arabic poems, qiraat, opinions of madzhab scholars, books of interpretation of previous scholars. , such as the works of Az-Zujaj, ma'ânĂŽ al-qurân; Abu Ubaidah, majâz al-qurân; Al-Harasi, ahkâm al-qurân; and others. In addition, Al-Qurtubi also quotes from the books of hadith, such as the nine books kutub at-tisĂĄh; Sunan books, Musnads, and also the Maghazi books. The style of interpretation is fiqhi interpretation and there are ten khâsh manhajs taken by Al-Qurtubi in his commentary Rizqi RomdhonInterfaith marriage remains a controversial topic forbidden under the MUI Indonesian Ulema Council fatwa. However, Hamka claimed in Tafsir al-Azhar that marriage between Muslim men and women from the people of the Bible is permitted. This claim raises the question of whether the law regarding interreligious marriage in the Compilation of Islamic Law is consistent with the Indonesian insight interpretation. This study aims to determine the relationship between interfaith marriage law in the Compilation of Islamic Law and the Indonesian insight interpretation of verses related to interfaith marriages. The research approach employed is qualitative content analysis employing a literature study to conclude that, first, the position of the Compilation of Islamic Law in the hierarchy of Indonesian laws and regulations is poor from a legal standpoint. Second, the rule prohibiting the marriage of women from the people of the Bible must be reconsidered because the existing reasons and local interpretations all state that it is Indonesian insight interpretation; Interfaith marriage; The Compilation of Islamic beda agama merupakan hal yang masih tabu, fatwa MUI pun melarangnya. Namun menariknya Hamka dalam Tafsir al-Azharnya menyatakan bahwa pernikahan laki-laki muslim dengan wanita ahlulkitab itu diperbolehkan. Hal ini memunculkan pertanyaan apakah hukum pernikahan beda agama dalam Kompilasi Hukum Islam berkesesuaian dengan penafsiran tafsir nusantara? Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana korelasi hukum pernikahan beda agama dalam Kompilasi Hukum Islam dengan penafsiran tafsir-tafsir Nusantara terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan pernikahan beda agama. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yang bersifat analisis konten dengan menggunakan kajian pustaka menyimpulkan bahwa, Pertama kedudukan Kompilasi Hukum Islam dalam hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia lemah secara hukum. Kedua hukum menikahi perempuan ahlulkitab perlu dikaji kembali pelarangannya dikarenakan dalil-dalil yang ada beserta tafsir-tafsir Nusantara semua menyatakan Kunci Kompilasi Hukum Islam; Pernikahan Beda Agama; Tafsir Nusantara. Eko SudarmantoTriana Zuhrotun AuliaThe purpose of this study is to find out how the Quran perspectives in explaining the principles of good governance. The methodology used in this research is library research through a qualitative approach , namely research that processes thinking deductively and inductively. The source of this research data consists of a primary data source in the form of Verses of the Qur'an which is used as a reference with the explanation of several mufasir, and a secondary data source consisting of relevant previous scientific research works in the form of books, journals and other scientific works. The metode of the Interpretation of Al-Quran used as a method of analysis in this study is the method of tafsir al-maudhu'i. In conclusion, some contextual principles in good governance are contained in several verses in the Qur'an, both on Transparency, Accountability, Responsibility, Independentity, and Fairness. The important point of this research is that in offering a solution to a problem, Al-Quran always provides perspective not only materially but also a spiritual RohmanDoli WitroProduk tafsir akan senantiasa lahir pada setiap kurun waktunya, namun apakah produk tafsir tersebut bisa menjadi legal atau tidak, itu tergantung sejauh mana sumber yang dijadikan rujukan tafsirannya itu bisa dipertanggungjawabkan. Artikel ini membahas tentang legalitas penafsiran al-Quran generasi TabiĂn. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana peranan generasi TabiĂn dalam bidang tafsir al-Quran dan sejauh mana legalitas tafsiran mereka dalam khazanah tafsir al-Quran. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan library research, yaitu jenis penelitian yang semua datanya berasal dari bahan-bahan tertulis, seperti buku, naskah, dokumen dan lain-lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan para TabiĂn dalam bidang tafsir sangatlah signifikan, pasalnya banyak tafsiran mereka yang sampai pada abad ini dan dijadikan rujukan oleh para mufasir generasi berikutnya; tafsir TabiĂn bisa diterima jika diantara mereka terjadi kesepakatan makna. Sedangkan jika terjadi perbedaan penafsiran, maka pendapat sebagian mereka tidak bisa menjadi argumentasi bagi yang menyelisihinya dan tidak juga bagi generasi setelahnya, sehingga langkah yang harus ditempuh adalah mengembalikannya ke makna bahasa Arab secara SuharjiantoRofi Atina MaghfirohKata j?hiliyyah ????? ? berasal dari kata ??? yang berarti bodoh atau kebodohan. Jaman jahiliyyah adalah jaman kebodohan. Yang dimaksud dengan jaman kebodohan di sini bukan berarti orang-orang j?hiliyyah tidak memiliki kepandaian, tetapi mereka tidak dapat membedakan kebenaran dan kebatilan. Contoh yang menyolok adalah ketika salah seorang dari mereka memiliki anak perempuan, mereka akan menanamkan hidup-hidup. Kebodohan yang paling menonjol adalah karena mereka menyembah berhala yang dibuatnya sendiri. Terlepas dari arti kata di atas, paling tidak ada dua ahli yang menerangkan tentang jahiliyyah, mereka adalah Jarji Zaedan dan Munawar Cholil. Jarji Zaedan berpendapat bahwa j?hiliyyah adalah jaman yang masyarakatnya telah memiliki kemajuan di berbagai bidang lapangan kehidupan, seperti bidang sosial, budaya, ekonomi, politik, dan lain. Sedangkan Munawar Cholil pendapat yang berbeda dengan yang pertama. Menurutnya jaman jahiliyyah adalah jaman yang diatandai oleh kerusakan diberbagai bidang, seperti bidang Sosial, budaya, ekonomi, politik, dan lain-lain. Itulah dua pendapat yang berbeda ketika melihat j?hiliyyah dari sisi masing-masing. Sedangkan kata j?hiliyyah terdapat dalam empat ayat dalam al-Quran, yaitu pada surat Ali Imran ayat 154, surat al-Maidah ayat 50, surat al-Ahdzab ayat 33 dan surat al-Fath ayat 26. Terlepas dari dua pendapat di atas, riset ini akan mengkaji j?hiliyyah dalam Tafs?r al-Qur?n al-A??m karya Ibnu Kats?r. Pendekatan yang digunakan dalam riset ini adalah pendekatan interpretatif. Sedangkan analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Adapun simpul dari riset ini adalah kata j?hiliyyah dalam Tafs?r al-Qur?n al-A??m merupakan 1 sangkaan buruk terhadap takdir Allah 2 berhukum dengan hukum lain atas hukum yang Allah syariatkan, 3 perilaku yang menjerumuskan pada perzinaan dan 4 sikap sombong sebagai hasil dari sikap fanatik yang menutup pintu Qurrota AiniBarokah has been around for a long time even though it does not appear to be about its form, but everyone must feel the sweetness of barokah. The problem is that barokah has experienced a decline and has even begun to become extinct because its existence is not clearly visible. That is caused by the lack of public awareness of the power of Allah, so that it depends on the progress of science and technology at this time. Therefore, the author examines the interpretation of Nouman Ali Khan through Youtobe which contains a discussion of baraka as a form of recommendation to the public that the interpreter is very suitable to be studied at the present time. This article includes thematic methods maudhu'i as well as patterns of adab ijtima'i with a linguistic approach, so that the discussion presented by Nouman Ali Khan can be used as a basis for knowing, understanding and changing the paradigm of society through cognitive effects, affective effects, and behavioral menyatakan bahwa Alqurâ˛an adalah karangan setan. Dia menyimpulkan sepuluh poin keritikannya tentang Alqurâ˛an 1 Alqurâ˛an hanyalah kumpulan bid'ah-bidRicoldo DaMonte CroceRicoldo da Monte Croce1243-1320 menyatakan bahwa Alqurâ˛an adalah karangan setan. Dia menyimpulkan sepuluh poin keritikannya tentang Alqurâ˛an 1 Alqurâ˛an hanyalah kumpulan bid'ah-bid'ah lama;Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, PT Alma'arif, cet. ke-1Lihat A SelanjutnyaProf HasymySelanjutnya, lihat Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, PT Alma'arif, cet. ke-1, 1981, 146, Penyajian Data Penelitian 1. Kelasifikasi Data. a. Ayat-ayat jihad. b. Data lapanganC III Penyajian Data Penelitian 1. Kelasifikasi Data. a. Ayat-ayat jihad. b. Data Pembahasan Hasil Penelitian 1. Pemahaman masyarakat Soloraya terhadap ayat jihadD IV Pembahasan Hasil Penelitian 1. Pemahaman masyarakat Soloraya terhadap ayat jihad.
ďťżinproceedings{Mustaqim2017MetodePA, title={Metode Penelitian Al-Qurâan dan Tafsir}, author={Abdul Mustaqim}, year={2017} }Buku yang ada di tangan Anda adalah hasil pengalaman riset dan mengajar matakuliah metode penelitian al-Qurâan dan tafsir, selama kurang lebih lima tahun. Setelah penulis merenungkan cukup lama dan mencoba mengendapkan berbagai ide dan gagasan pemikiran terkait dengan riset al-Qurâan dan tafsir, penulis merasa perlu untuk menuliskannya dalam sebuah buku teks atau buku daras. Sebab, memang tidak banyak â untuk tidak menyebut tidak ada-buku yang secara khusus membincang metodologi⌠29 Citations
AbstractBuku yang ada di tangan Anda adalah hasil pengalaman riset dan mengajar matakuliah metode penelitian al-Qurâan dan tafsir, selama kurang lebih lima tahun. Setelah penulis merenungkan cukup lama dan mencoba mengendapkan berbagai ide dan gagasan pemikiran terkait dengan riset al-Qurâan dan tafsir, penulis merasa perlu untuk menuliskannya dalam sebuah buku teks atau buku daras. Sebab, memang tidak banyak â untuk tidak menyebut tidak ada-buku yang secara khusus membincang metodologi penelitian al-Qurâan dan tafsir. Apalagi dalam buku ini penulis mencoba melengkapi pembahasan dalam setiap model penelitian dengan contoh kasus riset dan contoh proposalnya, sehingga memudahkan bagi para mahasiswa untuk mencoba mengikuti model-model tersebut. Secara garis besar buku ini mencoba menjelaskan tentang bagaimana mestinya para mahasiswa, baik S1, S2, maupun S3 dan juga para dosen memiliki gairah untuk melakukan riset, dalam rangka mengkonstruksi dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Sebab hanya dengan mengembangkan tradisi dan budaya riset, ilmu pengetahuan akan terus mengalami dinamika signifikan. Sisi lain, tugas dan tanggung jawab ilmuan, mahasiswa, dosen dan para akademisi bukan sekedar menghafal pengetahuan yang sudah ada, akan tetapi terus melakukan âjihad kreatifâ untuk mengembangkan budaya intelektual-akademik demi kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan. Terlebih kalau kita menyadari bahwa al-Qurâan dan Tafsir dalam ruangruang sosial terus mengalami gerak yang sangat dinamis. Oleh sebab itu, membiarkan al-Qurâan dan Tafsir dalam âkebekuanâ, di tengah-tengah tantangan dinamika sosial keagamaan masyarakat kontemporer sama halnya dengan âmengkufuriâ nikmat Allah Swt. Untuk itu, bagi para dosen mahasiswa dan pecinta ilmu, semangat mengkaji dan meriset al-Qurâan dan produk-produk tafsir menjadi sebuah keniscyaan. Sebab kehadiran al-Qurâan dan seluruh gagasan tentang tafsir juga merupakan produk dan proses dialektika teks dan realitas. Jangan sampai al-Qurâan dan juga tafsir yang sedemikian kaya ide dan gagasan di dalamnya, dicampakkan begitu saja tanpa dipelajari dan teliti untuk dikembangkan dan diaktualisasikan, seiring dengan dinamika tantangan dan perubahan sosial. Dalam buku ini mencoba memetakan model-model penelitian al-Qurâan dan tafsir menjadi lima model. Pertama, penelitian tematik dirâsat al-mawdlĂťâiyyah yang tekanannya pada topik atau tema dan isu yang ada dalam al-Qurâan. Kedua, penelitian tokoh dirâsat fi rijâl al-mufassirĂŽn wal musytasyriqĂŽn, yang tekanannya pada pemikiran tokoh mufassir, baik dari sarjana muslim maupun orientalis, baik bersifat individual maupun kolektif. Ketiga, penelitian Living Qurâan dirâsat fi al-Qurâân al-hayy, yang fokusnya pada bagaimana praktik masyarakat berinteraksi dengan al-Qurâan, apa maknanya dan bagaimana relasi antara teks ayat al-Qurâan dengan praktik sosial di masyarakat. Sebab di situlah perbedaan penelitian living Qurâan dengan penelitian sosial keagamaan secara umum. Keempat, penelitian makhtuthât melalui pendekatan filologi baca TahqĂŽq al-Kutub/Makhtuthât, yang fokusnya pada kajian manuskrip, teks-teks masa lalu yang belum dipublikasikan. Misalnya, makhtuthât tafsir karya Kyai Shaleh Darat al-Samarani, yang berjudul Faidl al-Rahmân min Tarjamati Kalâm Malik al-Dayyân, sebuah karya kitab tafsir berbahasa Jawa yang pertama kali atas permintaan Kartini. Tafsir ini bernuasa sufistik dan juga mengandung elemen kultur Jawa. Sehingga sebagai produk tafsir lokal, ia tentu sangat layak untuk diriset. Kelima, Penelitian komparatif Dirâsat muqâranah, yang fokusnya pada kajian membandingkan antara satu tokoh dengan tokoh lain, atau satu kawasan dengan kawasan yang lainBookPeerReviewedTafsir Al Qur'an - MetodeSimilar works
Dinamika studi tafsir Al-Qurâan terus berkembang seiring munculnya berbagai problematika kehidupan. Untuk dapat menyelesaikan berbagai macam permasalahan yang muncul, maka mufassir membutuhkan metode tertentu yang bertujuan untuk menjelaskan ayat-ayat Al-Qurâan berdasarkan kaidah-kaidah yang metode yang digunakan oleh mufassir sangatlah beragam, serta tidak bisa terlepas dari kelebihan dan kekurangan. Perbedaan latar belakang sosial mufassir, keilmuan yang dimiliki, serta budaya merupakan beberapa hal yang dapat memberikan keberagaman dalam penafsiran. Maka, menjadi wajar jika dalam kajian tafsir muncul penafsiran sesuai dengan latar belakang yang kemudian bagaimana metode dalam penafsiran Al-Qurâan yang digunakan oleh para mufassir? Berikut penjelasannya Kata âmetodeâ berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara atau jalan. Dalam bahasa Inggris ditulis dengan method, dalam bahasa Arab diterjemahkan dengan thariqat dan manhaj, serta dalam KBBI, mengandung arti âcara yang teratur untuk mencapai suatu maksud dalam ilmu pengetahuan dan sebagainyaâ. Jadi, metode adalah salah satu sarana yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan yang telah âtafsirâ berasal dari kata fassara-yufassiru yang berarti menerangkan atau menjelaskan. Tafsir juga berarti al-ibanah menjelaskan makna yang masih samar, al-kasyf menyingkap makna yang masih tersembunyi, dan al-izh-har menampakkan makna yang belum jelas. Jadi, tafsir adalah suatu hasil pemahaman atau penjelasan seorang mufassir terhadap Al-Qurâ penafsiran Al-Qurâan dalam hal ini adalah suatu cara yang sistematis dengan menggunakan kacamata tertentu yang digunakan untuk menafsirkan Al-Qurâ studi tafsir, setidaknya terdapat empat metode yang cukup populer dikalangan Metode Tahlili AnalitisMetode Tahlili adalah metode tafsir yang ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai tata urutan mushaf Utsmani dengan penjelasan yang cukup terperinci. Menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qurâan dari keseluruhan aspeknya, seperti aspek asbab nuzul, aspek munasabah, aspek balaghah, aspek hukum dan lain dimulai dari pembahasan kosakata, baik dari sudut makna dan bahasanya maupun dari sudut qiraâat dan konteks struktur ayat, kemudian munasabah ayat dan sebab turunnya, sampai pada syarah ayat, baik dengan menggunakan riwayat-riwayat dari Nabi, para sahabat, tabiâin, maupun dengan menggunakan pendapat mufassir sendiri sesuai dengan latar belakang sosial dan dilihat dari segi kecenderungan para mufassir, metode tahlili terbagi menjadi tujuh bagian, yaitu tafsir bi al-maâtsur, tafsir bi ar-raây, tafsir as-shufi, tafsir al-fiqhi, tafsir al-falsafi, tafsir al-ilmi, tafsir al-adabi al-ijtimaâi. Adapun penjelasannya sebagaimana berikut 1. Tafsir bi al maâtsur adalah penafsiran ayat Al-Qurâan dengan ayat Al-Qurâan yang lain, dengan riwayat dari Rasul SAW, dan dengan keterangan para sahabat Rasul SAW. Ada juga yang menambahkan dengan para tabiâin, yakni generasi sesudah sahabat-sahabat Rasul SAW. Misalnya, kitab Tafsir Jamiâ al-Bayan fi Tafsir al-Qurâan karya Ibnu Jarir at-Thabari, Tafsir al-Qurâan al-Adzim karya Ibnu Tafsir bi ar-raây adalah penafsiran Al-Qurâan berdasarkan pada penalaran. Misalnya, kitab Tafsir Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin ar-Razi, Tafsir Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Taâwil karya Tafsir as-shufi adalah penafsiran Al-Qurâan yang pembahasannya lebih menitikberatkan pada teori-teori sufistik dengan mencari makna batin. Misalnya, kitab Tafsir Al-Qurâan al-Karim karya at-Tusturi, Haqaiq at-Tafsir karya Tafsir al-fiqhi adalah penafsiran Al-Qurâan yang pembahasannya lebih menitikberatkan pada aspek hukum fikih. Misalnya, kitab Tafsir Ahkam Al-Qurâan karya al-Jashash, Tafsir Jami li Ahkam al-Qurâan karya Tafsir al-falsafi yaitu penafsiran Al-Qurâan yang dikaitkan dengan persoalan-persoalan filsafat. Misalnya, kitab Tafsir al-Kasysyaf karya Tafsir al-ilmi adalah penafsiran Al-Qurâan yang menggunakan teori-teori ilmiah untuk menjelaskan ayat-ayat al-Qurâan. Misalnya, kitab al-Jawahir fi Tafsir Al-Qurâan al-Karim karya Thantawi Tafsir al-adabi al-ijtimaâi yaitu penafsiran Al-Qurâan yang cenderung kepada persoalan sosial kemasyarakatan dan mengutamakan keindahan gaya bahasa. Tafsir jenis ini lebih banyak mengungkapkan hal-hal yang ada kaitannya dengan perkembangan kebudayaan yang sedang berlangsung. Misalnya, kitab Tafsir al-Manar karya Muhamad Abduh dan Rasyid M. Quraish Shihab, metode tahlili diibaratkan seperti menyajikan hidangan dalam bentuk âprasmananâ. Para tamu dipersilahkan memilih apa yang dikehendakinya dari aneka hidangan, mengambil sedikit atau banyak. Walaupun demikian, diguga keras masih ada hidangan yang dibutuhkan tamu tetapi tidak terhidang disana. Disisi lain, para tamu pasti akan repot mengambil dan memilih sendiri apa yang dari metode tahlili adalah mempunyai ruang lingkup yang luas dan memuat berbagai ide serta gagasan-gagasan. Sedangkan kekurangannya adalah menjadikan petunjuk al-Qurâan bersifat parsial, melahirkan penafsiran secara subjektif, dan sudah masuk pemikiran Metode Ijmali GlobalMetode ijmali adalah metode tafsir yang menjelaskan ayat-ayat Al-Qurâan dengan cara mengemukakan makna yang bersifat global dengan menggunakan bahasa yang ringkas sehingga mudah dipahami. Mufassir menghindari uraian yang bertele-tele serta istilah-istilah dalam ilmu-ilmu Al-Qurâan. Dalam bahasa lain, mufassir menjelaskan pesan-pesan pokok dari ayat yang M. Quraish Shihab, metode ijmali diibaratkan seperti menyodorkan buah segar yang telah dikupas, dibuang bijinya dan diiris-iris, sehingga siap untuk segera disantap. Misalnya, kitab Tafsir Jalalain karya Jalaluddin al-Suyuthi dan Jalaluddin al-Mahalli, Tafsir Al-Qurâan al-Adzim karya Muhammad Farid metode ijmali adalah lebih praktis dan mudah dipahami, bebas dari penafsiran israiliyat, serta akrab dengan bahasa Al-Qurâan. Sedangkan kekurangannya adalah menjadikan petunjuk Al-Qurâan bersifat parsial, karena tidak adanya ruang untuk mengemukakan analisis yang Metode Muqaran KomparatifMetode Muqaran adalah metode tafsir yang menjelaskan ayat-ayat Al-Qurâan dengan membandingkan ayat al-Qurâan dengan Hadis, atau pendapat satu tokoh mufassir dengan mufassir lain dalam satu atau beberapa ayat yang ditafsirkan, atau membandingkan Al-Qurâan dengan kitab suci lain. Metode ini lebih bertujuan untuk menganalisis persamaan dan perbedaan dalam penafsiran Al-Qurâan, daripada menganalisis metode muqaran adalah memberikan wawasan yang relatif lebih luas, karena membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat orang lain yang terkadang kontradiktif. Selain itu, berguna juga bagi yang ingin mengetahui berbagai pendapat tentang suatu ayat. Sedangkan kekurangannya adalah tidak cocok bagi para pemula karena pembahasannya terlalu luas, kurang diandalkan untuk menjawab permasalahan, terkesan lebih banyak menelusuri penafsiran-penafsiran yang pernah diberikan oleh ulama daripada mengemukakan penafsiran-penafsiran Metode Maudhuâi TematikMetode Maudhuâi adalah metode tafsir yang menjelaskan ayat-ayat Al-Qurâan dengan mengambil suatu tema tertentu. Kemudian mengumpulkan ayat-ayat yang terkait dengan tema tersebut, lalu dijelaskan satu persatu dari sisi penafsirannya, dihubungkan antara satu dengan yang lain sehingga membentuk suatu gagasan yang utuh dan komprehensif mengenai pandangan Al-Qurâan terhadap suatu tema yang dimulai dari penghimpunan ayat-ayat yang setema, kemudian menyusunnya menurut urutan turunnya ayat, serta dengan mempertimbangkan sebab turunnya. Selanjutnya, menjelaskan keterkaitan ayat-ayat tersebut serta memberi komentar dari berbagai aspek terutama term-term kunci dengan pertimbangan analisis dan ilmu yang valid sehingga membentuk kesatuan konsep dan memungkinkan untuk menarik kesimpulan. Oleh karenanya, tafsir dengan metode maudhui, pada hakikatnya adalah tafsir ayat dengan M. Quraish Shihab, metode maudhuâi diibaratkan seperti menyajikan hidangan dalam bentuk ânasi kotakâ. Di dalam kotak tersebut telah ada sajian yang biasanya menyenangkan. Sudah ada juga air minum dan buah penutup hidangan. Namun demikian, yang disodori kotak tersebut, suka tidak suka harus menerima apa yang telah metode maudhuâi adalah menjawab tantangan zaman yang ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan, praktis dan sistematis serta dapat menghemat waktu, dinamis sesuai dengan tuntutan zaman, membuat pemahaman menjadi utuh. Sedangkan kekurangannya adalah memenggal ayat yang mengandung permasalahan berbeda, serta membatasi pemahaman Aâlam
Banyak mahasiswa dan pengkaji teks Al-Qurâan dan literatur tafsir menghadapi problem-problem metodologis yang cukup serius dan rumit, baik ketika mereka akan, maupun sedang melakukan penelitian. Sementara mahasiswa merasa kebingungan dalam menentukan pokok masalah obyek yang akan diteliti. âMengekorâ model orang lain dalam hal ini menjadi satu kenyataan yang tak dapat dihindari. Konsekuensinya, variasi obyek penelitian tidak berkembang secara signifikan. Selain itu, tidak jarang bahwa di antara mereka melakukan penelitian dalam bidang ilmu tafsir dengan cara yang kurang tepat. Seorang mahasiswa, misalnya, mengajukan proposal penelitian dengan judul âAkidah menurut Al-Qurâan Studi tentang Pemikiran Muhammad Abu Zahrahâ. Judul ini jelas membingungkan apakah dia akan mengkaji konsep Al-Qurâan dengan metode tematik, ataukah dia akan meneliti pemikiran seorang mufassir tentang ajaran Al-Qurâan? Lebih ironis, seorang dosen mengatakan bahwa seseorang mengkaji konsep Al-Qurâan secara tematik, dia harus menempatkan penafsiran para mufassir pada posisi yang sentral. Bahkan banyak mahasiswa tidak mengeksplorasi secara jelas dan tepat dalam skripsi, tesis atau bahkan disertasi mereka pendekatan, metode, kerangka teoritis dan analisis yang akan digunakan dalam penelitian tafsir. Demikianlah beberapa contoh problem metodologis yang dialami oleh para pengkaji dalam bidang tafsir. Oleh karenanya ed., para pengkaji Al-Qurâan dan tafsir semestinya memahami terlebih dahulu 1 tinjauan sejarah penelitian tafsir, 2 pemetaan penelitian dalam studi Al-Qurâan,3 metode, dan 4 analisis penelitian tafsir. Tinjauan Sejarah Penelitian Literatur Tafsir/Ilmu Tafsir Pada dasarnya, penelitian tafsir/ilmu tafsir yang merebak dan tersistematis pada abad ke-20 ini berasal dari tradisi apresiasi dan kritik tafsir exegetical criticism yang sudah muncul sejak zaman sahabat Nabi saw., bahkan sejak nabi saw. masih hidup. Sebuah hadis jika sahih yang menyebutkan âsiapapun menafsirkan Al-Qurâan tanpa ilmu bi-ghayr ilm, maka dia akan masuk nerakaâ bisa dipahami sebagai kritik Nabi terhadap praktek penafsiran Al-Qurâan yang âsembronoâ pada masa itu, sebagaimana yang pernah dijelaskan oleh al-Zarkasyi dalam al-Burhân fĂŽ UlĂťm al-Qurâân al-Zarkasyi, tt. 161. Bukti lain ialah bahwa setelah surat al-Nashr QS. 110 diturunkan, Umar ibn Khattab bertanya kepada sekumpulan sahabat Nabi, âapa pendapat kalian tentang surat tersebut?â Sebagian sahabat menjawab âKita diperintahkan Allah swt. Untuk bertahmid dan beristighfar bila mendapatkan kemenangan.â Sahabat lain terdiam dan tidak memberikan komentar sama sekali. Kemudian Umar bertanya kepada Ibnu Abbas âApakah kamu sependapat, wahai Ibnu Abbas?â Ibnu Abbas menjawab âTidak!â Lalu apa pendapatmu?â Sahut Umar. Ibnu Abbas menimpali âItu adalah ajal Rasulullah saw. yang semakin dekat, diisyaratkan oleh Allah swt.â Umar berkomentar âSaya tidak tahu kecuali apa yang kau katakan.â lihat Sahih al-Bukhari, 8 519. Perkataan umar terakhir itu merupakan apresiasinya terhadap penafsiran Ibnu Abbas. Tradisi kiritik tafsir ini berkembang lebih luas sejak abad kedua hijriah di mana wacana intelektual mulai mengalami kemajuan dan perdebatan ilmiah mulai lebih marak di banyak bidang ilmu keislaman. Dialektika antara ahl-al-hadits dan ahl-al-raây erupakan salah satu fenomena sejarah Islam. Ibnu Hanbal , misalnya, dengan keras mengkritik literature tafsir yang hanya didasarkan pada argumentasi rasional. Demikian pula al-Asmal yang mengecam karya tafsir Abu Ubaydah, Majaz al-Qurâan, sebagai karya tafsir bi-al-raây Abott, 1967 110-113. Hal semacam ini terjadi pula di antara sekte-sekte Islam,baik dalam bidang teologi, fikih, dan lain-lain selama kurun waktu yang cukup panjang. Hanya saja, kritik tafsir, yang merupakan bagian dari proses penelitian literatur tafsir dalam arti luas, pada masa klasik hanya bertujuan untuk membuat âjudical criticismâ yang berkisar pada apakah penafsiran seseorang itu baik atau buruk, apakah seseorang itu memiliki otoritas eksegetik atau tidak. Selain itu, kritik tafsir ini belum menjadi disiplin ilmu yang mandiri, tetapi masih integral, selain dalam karya-karya tafsir, juga dalam disiplin ilmu-ilmu lain, seperti hadis, fikih, dan kalam. Mengikuti disiplin kritik sastra al-naqd al-adabi, pada abad ke-20 M, kritik tafsir kemudian bisa dikatakan sudah menjadi disiplin yang âmandiriâ. Terbitnya buku Die Richtungen der Islamischen Koranauslegung Mazahib al-Tafsir al-Islami Leiden, 1920, karya I. Goldziher, yang kemudian diikuti oleh karya-karya lain, seperti al-TafsĂŽr wa-al-MufassirĂťn 1961, karya Muhammad Husain al-Zahabi, Dirâsat fĂŽ al-TafĂŽr wa Rijâlih 1982 karya Abu Yaqazan Athiyyah, dan beratus-ratus artikel di berbagai jurnal, sudah dipandang cukup sebagai bukti âkemandirianâ disiplin ilmu kritik tafsir. Berbeda dengan kritik tafsir masa klasik, pada masa sekarang disiplin ini tidak hanya memuat âjudicial criticismâ, tetapi juga terutama mengkaji asal-usul dan perkembangan tafsir/teori eksegetik, macam-macamnya, kecenderungannya, âhakikatâ nature-nya, pembentukannya, fungsinya, pengaruhnya dan hubungannya dengan hal lain. Hal-hal tersebut di atas sudah tentu merupakan obyek-obyek atau pokok-pokok masalah pada penelitian literatur tafsir/ilmu tafsir. Pemetaan Penelitian dalam Studi Al-Qurâan Dalam studi Al-Qurâan paling tidak ada tiga kelompok besar penelitian sebagai berikut Pertama, penelitian yang menjadikan teks, atau nash Al-Qurâan sebagai obyek sentral, dan atau sumber pokok dalam penelitian. Hal ini disebut oleh Amin al-Khulli kemudian diikuti oleh bint al-Syathiâ dengan istilah dirâsat al-nashsh, yang mencakup dua kajian 1 fahm al-nashsh/the understanding of text, dan 2 dirâsat ma hawl al-nashsh/study of the surrounding of text al-Syathiâ, 1971 123. Dalam konteks penelitian dalam literatur tafsir dalam studi Al-Qurâan, obyek yang menjadi fokus utamanya adalah kajian model pertama, yakni fahm al-nashsh/the understanding of text. Dalam hal ini, seorang peneliti bisa melakukan penelitian terkait dengan features of the Qurâanic texts tampilan-tampilan luar teks-teks Al-Qurâan, seperti cara baca teks Al-Qurâan, variasi qiraat, makki-madani, naáşm sistematika/ struktur, muḼkam-mutasyÄbih, gaya bahasa style linguistic/balÄgah, manuskrip Al-Qurâan klasik, dan pencetakan teks Al-Qurâan pada masa modern dan kontemporer. Selain itu, peneliti juga bisa membahas tentang kandungan makna teks Al-Qurâan. Hal ini bisa dilakukan secara parsial dan komprehensif dengan metode dan pendekatan tertentu. Yang dimaksud penelitian makna teks Al-Qurâan yang bersifat parsial adalah penelitian terhadap makna satu ayat, sekelompok ayat tertentu, atau satu surah tertentu. Sebagai contoh adalah penelitian yang pernah penulis tulis Sahiron 2014 104-116; 2017 99-109; 2017 143-157 yang mengkaji dan menginterpretasi surah al-AnbiyÄâ/21 39-40, al-Baqarah/2 111-113, dan an-NisÄâ/4 34 dengan menggunakan pendekatan kontekstualis atau pendekatan manÄ-cum-magzÄ. Contoh lain, Nicolai Sinai menulis artikel âAn Interpretation of SĹŤrat al-Najm Q. 53â yang berisi penafsirannya terhadap SĹŤrat al-Najm dengan pendekatan strukturalis Sinai 2011 1-28. Termasuk dalam fahm an-naᚣᚣ pula, kajian-kajian yang bertujuan memahami makna/konsep Al- Qurâan tentang berbagai persoalan secara komprehensif. Dalam hal ini, seorang peneliti dapat mengkajinya dengan pendekatan tafsir tematik, seperti konsep âkeseimbanganâ antara materialisme dan spiritualisme, dan konsep kebebasan berakidah Bint asy-SyÄášiâ1972. Kajian komprehensif ini juga bisa dilakukan dengan pendekatan semantik. Kajian seperti misalnya seperti yang dilakukan oleh Toshiko Izzutsu yang berjudul God and Man in the Koran Semantics of the Koranic Weltanscauung, [Lihat contoh salah satu artikel yang menerapkan kajian semantik Al-Qurâan di sini]. Adapun yang termasuk dalam kategori dirâsat mâ hawl al-nashsh ialah penelitian tentang sejarah teks Al-Qurâan yang memuat penanggalan ayat, kronologi ayat, konteks historis pewahyuan ayat asbâb al-nuzĂťl dan kodifikasi Al-Qurâan. Sudah barang tentu, dalam penelitian model ini juga diperlukan metodologi, sebagaimana antara lain yang telah dikemukakan oleh penulis di atas. Tidak disangkal bahwa pencapaian ulama/sarjana, baik muslim maupun non-muslim, dalam bidang ini pada masa klasik dan modern sudah memperkaya khazanah keilmuan Islam, meskipun tidak pernah matang dan perlu terus menerus dikaji ulang. Kedua, adalah penelitian tentang hasil pembacaan terhadap teks Al-Qurâan, baik yang terwujud teori-teori penafsiran seperti yang telah disebutkan di atas, maupun yang berbentuk pemikiran eksegetik. Dalam konteks ini, hasil pembacaan bisa diistilahkan dengan literatur ilmu tafsir/tafsir, yang oleh Norman Calder dimasukkan dalam âliterature genreâ Calder, 1993 101. Berbeda dengan jenis penelitian pertama yang menjadikan teks sakral sebagai fokus penelitian, penelitian kedua ini mengkaji human creation yang bersifat profan. Aspek-aspek metodologis penelitian kedua inilah yang pernah penulis bahas secara terperinci dalam buku Tafsir Studies. Di antara contoh penelitian ini adalah karya Andrew J. Lane Lane 2006 yang berjudul A Traditional Mutazilite QurâÄn Commentary The KashshÄf of JÄr AllÄh al-ZamakhsharÄŤ d. 538/1144, yang di dalamnya Lane mendiskusikan tentang teks tafsir az-ZamakhsyarÄŤ ditinjau dari sejarah pembuatan teks tafsir tersebut, resepsi atasnya, metode penafsirannya, dan sumber-sumber penafsirannya. Ketiga, adalah penelitian tentang aspek-aspek metodis, baik yang bersumber dari Ulumul Qurâan/Ilmu Tafsir maupun dari ilmu-ilmu bantu lain, baik konsepnya maupun implementasinya. Penelitian tentang asbÄb al-nuzĹŤl dan munÄsabÄt al-ÄyÄt termasuk dalam kategori ini. Demikian pula, penelitian tentang teori-teori hermeneutika tertentu digolongkan ke dalam model penelitian ini. Sebagai contoh, Abdel Haleem, seorang profesor dalam bidang Islamic Studies di SOAS, University of London, dalam artikelnya âThe Role of Context in Interpreting and Translating the Qurâanâ menjelaskan secara baik pentingnya memperhatikan konteks tekstual siyÄq an-naᚣᚣ dan konteks historis dalam proses penafsiran dan penerjemahan terhadap teks Al-Qurâan Haleem 2018 47-66. Keempat, penelitian yang mengkaji âresponsâ atau resepsi masyarakat terhadap Al-Qurâan atau terhadap hasil penafsiran seseorang atas Al-Qurâan. Hakikatnya, penelitian ini termasuk dalam penelitian disiplin ilmu sosial antara lain sosiologi dan antropologi. Namun, karena berkaitan erat dengan masalah Al-Qurâan, penelitian ini bisa juga dimasukkan dalam program studi Al-Qurâan. Penelitian model ini misalnya yang dilakukan oleh Neil Robinson dalam Discovering the Qurâan A Contemporary Approach to a Veiled Text, dan Deny dalam Qurâan recitation Training in Indonesia A Survey of Context and Handbooks, yang meneliti bagaimana teks Al-Qurâan itu dibaca, didengar, dihafal, di-munasabaqah-kan MTQ dan dipraktekkan dalam kehidupan umat Islam Robinson 1996; dan Deny 1988 288-306. Bisa dimasukkan dalam penelitian ini juga karya Faris Keblawi, âIlm Hifáş al-QurâÄn,â yang membahas tentang tradisi menghafal Al-Qurâan dan metodenya serta tantangannya di masa digital ini dengan pendekatan multidispliner Keblawi 2014 168-195. Terkait dengan resepsi atas tafsir, Dale F. Eickelman Eickelman 1993 163-168 dalam tulisannya yang berjudul Islamic Liberalism Strikes Back meneliti bagaimana tanggapan masyarakat Kuwait, Cassablanca dan Suriah terhadap pemikiran strukturalis M. Shahrur. Termasuk juga dalam penelitian jenis ketiga ini ed., kajian yang belakangan dikenal, khususnya di lingkungan PTAIN dengan kajian atau studi Living Qurâan, yang memfokuskan kajiannya terhadap resepsi personal maupun komunitas tertentu atas suatu ayat Al-Qurâan. [] Selanjutnya, silakan baca ulasan kami yang lebih lengkap dan mendalam tentang Pendekatan dan Analisis dalam Penelitian Al-Qurâan dan Ilmu Tafsir di sini! *Tulisan ini disadur dari pengantar buku penulis yang berjudul âTafsir Studiesâ, Yogyakarta eLSAQ Press, 2009 dan juga tulisan penulis yang diterbitkan di Jurnal Suhuf, Volume 12, Nomor 1, Juni 2019. _ _ _ _ _ _ _ _ _ Bagaimana pendapat Anda tentang artikel ini? Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Anda juga bisa mengirimkan naskah Anda tentang topik ini dengan bergabung menjadi anggota di Baca panduannya di sini! Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook di sini! [zombify_post]
model model penelitian tafsir